Senin, 09 Januari 2012

FENOMENA MUDIK LEBARAN “BERDARAH” INDONESIA (KECELAKAAN LALU LINTAS)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah itu merayakan hari raya idul fitri atau orang Indonesia biasa menyebut hari lebaran. Hari lebaran merupakan suatu hari yang sangat dinanti oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Sebagai negara dengan penganut agama islam terbesar di dunia, Indonesia menjadi negara yang sangat menantikan hari raya idul fitri.  Dimana secara agama Islam, Idul fitri dimaknai sebagai hari kemenangan dimana umat Islam telah menjalankan ibadah pausa sebulan penuh. Tak ayal, hari itu serasa sangat ditunggu-tunggu.
            Pada masyarakat Indonesia, beberapa hari menjelang hari lebaran terjadi fenomena yang sangat unik. Yaitu adanya tradisi mudik yang dilakukan masyarakat Indonesia. Mudik ini biasanya dilakukan oleh para perantau yang berasal dari kampung yang bekerja di kota – kota besar. Mereka melakukan tradisi mudik karena ingin merayakan hari raya idul fitri dikampung halamannya.
            Tradisi mudik menjadi sangat fenomenal karena dilakukan oleh ribuan orang bahkan jutaan masyarakat indonesia. Sehingga tradisi ini menjadi sebuah sorotan dan menjadi tradisi khas di Indonesia. Para perantau rela berdesak – desakan dan bahkan mengeluarkan banyak uang untuk melakukan tradisi mudik. Bahkan ada juga yang rela mempertaruhkan nyawanya hanya untuk dapat mudik kekampung halamannya dengan naik diatas kereta api atau bahkan mengendarai sepeda motor dengan jarak yang jauh. Sebegitu besarnya keinginan masyarakat untuk melakukan mudik menjadikan tradisi ini menjadi tradisi yang fenomenal setiap tahunnya. Bahkan semakin lama tradisi ini melibatkan lebih banyak orang lagi. Dan sekarang menjadi fenomena sosial yang sangat menarik.
Tingkat intensitas pemudik yang makin bertambah tentu saja membuat jumlah pengguna transportasi meningkat tajam. Penggunaan berbagai macam transportasi mulai dari darat, laut, dan udara  membuat jalur transportasi yang ada di Indonsia menjadi padat sekali. Tak ayal maka terjadilah sisi lain yang ditakutkan  dari fenomena mudik yang telah lama terjadi yaitu kecelakaan lalu lintas. Jumlah kecelakaan lalu lintas saat mudik lebaran  dari tahun ke tahun telah mampu menggambarkan beberapa aspek yang mendalanginya mulai dari kepatuhan displin lalu lintas, saran prasarana, samapi tingkat keamanan yang masih dipertanyakan.

B. Rumusan Masalah
1.  Apa definisi dari mudik lebaran?
2.  Apa factor penyebab kecelakaan lalu lintas saat mudik lebaran?
3.  Bagaimana tingkat kecelakaan lalu lintas saat mudik lebaran?
4.  Bagaimana fenomena mudik lebaran “berdarah” bila dikaji dari sisi sosiologis?
5.  Apa solusi dari fenomena kecelakaan lalu lintas saat mudik lebaran?

C. Tujuan Penulisan
1.  Untuk mengetahui definisi dari mudik lebaran
2.  Untuk mengetahui factor penyebab kecelakaan lalu lintas saat mudik lebaran
3.  Untuk mengetahui tingkat kecelakaan lalu lintas saat mudik lebaran
4.  Untuk mengetahui fenomena mudik lebaran “berdarah” bila dikaji dari sisi sosiologis
5.  Mengetahui solusi dari fenomena kecelakaan lalu lintas saat mudik lebaran








BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Mudik Lebaran
Mudik secara etimologis bermakna: berlayar ke udik atau pergi ke hulu sungai. Kini, mengapa mudik dimaknai pulang kampung; pergi ke kampung halaman? Dalam beberapa kamus, seperti Kamus Indonesia Ketjil, E St Harahap (1943), Malei sWoordenboek, Van Ronkel (1946), Logat Ketjil Bahasa Indonesia, Poerwadarminta (1948) yang dikembangkan menjadi Kamus Umum Bahasa Indonesia (I: 1953, IV: 1966), mudik dimaknai: berlayar atau pergi ke udik (ke hulu sungai). Dalam Ensiklopedi Indonesia (Mulia dan Hidding, 1957), entri mudik tak terdapat di sana. Artinya, kata itu dianggap tak penting. Artinya lagi, mudik belum menjadi fenomena sosial.
Pada tahun 1976 (Cet. V), Poerwadarminta menambahkan makna mudik (dari bahasa Betawi) sebagai pulang ke desa (ke dusun) dengan contoh kalimat: ”Tiga hari sebelum Lebaran, sudah banyak orang yang mudik.” Jadi, baru tahun 1976 mudik dikaitkan dengan pulang kampung dan Lebaran. Kamus-kamus lain yang terbit sesudah tahun 1976 memuat entri mudik dalam dua makna, yaitu (berlayar pergi, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman) dan pulang ke kampung halaman, lantaran merujuk pada kamus Poerwadarminta itu.
Fenomena mudik yang lalu dikaitkan dengan Lebaran terjadi awal pertengahan dasawarsa 1970-an ketika Jakarta tampil sebagai kota besar satu-satunya di Indonesia yang mengalami kemajuan luar biasa. Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966-1977) berhasil disulap menjadi kota metropolitan. Sistem pemerintahan sentralistik yang diterapkan penguasa Orde Baru memperoleh legitimasi sosiologis ketika Jakarta kemajuannya melesat dibandingkan dengan kota lain di Tanah Air.
Seketika itu juga Jakarta menjelma menjadi kota impian. Di sana, dalam pandangan orang desa (udik), uang mudah didapat. Bekerja sebagai apa pun tidak menjadi soal. Maka, Jakarta menjadi tempat penampungan orang-orang udik yang di kampung tak beruntung. Boleh jadi, lebih dari 80 persen para urbanis datang ke Jakarta hanya untuk mencari pekerjaan. Dari jumlah itu, setengahnya masyarakat setengah terdidik. Jadi, secara sosiologis, mereka adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang secara kultural, satu kakinya masih berada di kampung, satu kakinya lagi enggan berada di Jakarta.
Secara psikologis, mereka yang belum bisa hidup mapan di Jakarta perlu mendapat legitimasi sosial atas keberadaannya di Jakarta. Padahal di Jakarta mereka belum menjadi apa-apa. Eksistensinya tenggelam, sementara legitimasi sosial tidak juga kunjung datang. Itulah sebabnya, kehadiran mereka di kampung dibayangkan akan dapat memenuhi harapan itu. Lebaran adalah momentum untuk pamer. Dalam hal ini, problem psikologis diselimuti dimensi keagamaan yang lalu memperoleh legitimasi sosiologis. Maka, Lebaran pun dianggap sebagai waktu yang tepat untuk pamer sekalian berziarah dan berkumpul dengan keluarga.       
Beberapa tahun belakangan ini, mudik menjadi satu fenomena sosial-keagamaan yang menarik untuk diperbincangkan, karena telah menjadi tradisi yang fenomenal di lingkungan umat Islam Indonesia, terutama pada hari-hari lebaran. Perbincangan terhadap fenomena ini menjadi penting karena nuansa yang terkandung di dalamnya yang dapat dianalisis dari berbagai pendekatan; baik teologis, sosiologis, maupun ekonomis.
Fenomena mudik ini kalau diruntutkan merupakan sebuah mata rantai yang terjadi sebagai hasil masyarakat ( umat islam ) dalam menyikapi fenomena lebaran. Dimana adanya pergeseran makna mengenai lebaran atau dalam agama dinamakan Idul Fitri menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.  Dari segi waktunya lebaran tidak hanya pada 1 dan 2 Syawal saja, tetapi sepanjang bulan, bahkan bisa berlangsung sampai bulan berikutnya. Dalam waktu yang relatif panjang itu lah umat Islam di Indonesia berlebaran; berhalal bi halal atau bersilatur-rahmi ke tetangga, sanak-famili, dan handai-tolan sambil saling meminta /memberi maaf, serta melaksanakan ziarah ke kuburan para leluhur dan anggota keluarga yang sudah lebih dahulu meninggal. Orang-orang kota yang berasal dari udik, tentu saja merasa tidak afdal jika kegiatan halal bi halal hanya dilakukan di kota, karena sebagian besar sanak-keluarga dan kuburan leluhurnya ada di udik. Untuk itu mudik menjadi satu keharusan dan menjadi bagian dari tradisi lebaran di negeri ini. Suatu tradisi yang cukup unik, hanya menjadi milik umat Muslim Indonesia.
B. Factor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Saat Mudik Lebaran
Puncak perayaan Hari Raya Idul Fitri, atau sering disebut “Lebaran”, baru saja usai. Selama kurang lebih seminggu masyarakatIndonesia“berpesta” untuk merayakannya. Wujud dari “pesta” itu adalah mudik ke kampung halaman, yang menurut Pemerintah, jumlahnya mencapai 15,7 juta orang. Bak tarikan magnet, fenomena mudik Lebaran nyaris tak bisa dihindarkan. Sementara mudik dapat dikatakan sebagai perilaku sosial, sekilas tampak sebagai sebuah euforia publik dalam mencapai keberhasilan ekonomi di perantauan. Sehingga pulang kampung menjadi pertanda bagi dirinya akan sebuah kesuksesan. Begitu pula halnya bagi penilaian masyarakat di kampung halaman, mereka yang pulang dari tanah rantau, cenderung dinilai sebagai seseorang yang sukses dalam mencari rezeki. Akan berbeda dengan sebaliknya, mereka yang tidak mudik atau tidak pulang ke kampung halaman di hari raya idul fitri akan dianggap gagal dalam merantau. Fenomena mudik sering dijadikan sebagai media untuk menunjukkan sukses di kota. Status sosial yang diperoleh perlu diketahui oleh sanak-keluarga. Maka mereka pun ikut mudik dengan kendaraan sendiri. Mereka datang dengan mobil pribadi, walau harus menyewa dari rental. Mereka rela mengeluarkan uang banyak untuk menyewa mobil demi prestis yang ingin didapat. Jadi inilah fenomena mudik, menjadi tidak sekedar beridul fitri, tetapi juga menjadi ajang pamer keberhasilan mereka mengais rejeki di tanah perantauan.
Maka ketika banyak masyarakat di hari raya idul fitri pulang ke kampung halamannya, sebenarya lebih sebagai bentuk upaya pencarian jati diri mereka yang sesungguhnya. Sebab ketika berada di kota-kota besar, eksistensi mereka sebagai seorang manusia tidak ubahnya seperti sekrup dalam mesin yang tidak diperhitungkan. Sementara di kampung halaman, mereka biasanya adalah orang-orang yang diperhitungkan, dibutuhkan, dan dimanusiakan layaknya bagian dari komunitas sosial tertentu. 
Keinginan yang tinggi itulah yang mendorong masyarakat untuk melaksanakan mudik menjelang hari raya idul fitri. Faktor psikologis akan kampung halaman dan lain-lain telah membuat berbagai macam alat transportasi digunakan untuk pulang kampung, mulai dari darat, air dan udara. Oleh karena itu dapat kita lihat ketika musim mudik lebaran berlangsung jalanan berubah menjadi tempat yang super ramai dimana kendaraan bertumpuk dean merayap untuk melaluinya. Terkadang kondisi jalan yng rusak, para pemudik yang kelelahan yang capek dan mengantuk, pelanggaran lalu lintas mewarnai kondisi arus mudik lebaran yang terjadi. Maka jangan salah bila pada akhirnya timbul dampak x yang kemudian mengikuti kondisi-kondisi tersebut, yaitu kecelakaan lalu lintas.
Mengantuk menjadi faktor  utama sebagai penyebab kecelakaan lalu lintas mudik lebaran 2011 yaitu hampir 26,06 % (sumber NTMC korlantas Polri). Padahal kita mengetahui bahwa kecelakaan sebenarnya tidak perlu terjadi kalau pengendara tidak mengantuk. Mengantuk terjadi karena kelelahan. Hal ini bisa jadi akan berulang pada arus balik dalam 1-2 hari kedepan ini. Oleh karena itu kita yang akan melakukan arus balik dan membawa kendaraan harus mengantisipasi adanya faktor mengantuk ini. Setelah berlebaran, bersilahturahmi dengan keluarga dan juga sebagian memanfaatkan untuk berekreasi, masyarakat akan kembali ke kota-kota besar untuk kembali bekerja. Hari-hari lebaran pasti juga akan menguras tenaga dan juga akan mengurangi waktu tidur terutama bagi masyarakat yang harus kembali ke kota ketempat kerja.
Sedangkan Kadiv humas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam menjelaskan data kecelakaan tersebut sebagian besar disebabkan karena human error (kesalahan manusia).  Rata-rata kecelakaan itu perorangan, (karena) kecepatan tinggi, dalam keadaan capek, melewati tikungan. Kadiv humas Polri Irjen Pol Anton menambahkan kecelakaan umumnya disebabkan oleh 3 faktor utama.Pertama,faktor manusia (human error), kelayakan kendaraan, dan kondisi infrastuktur. Kombinasi dari ketiga faktor itulah yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Semisal manusia dengan kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan kemudian ban pecah yang mengakibatkan kendaraan mengalami kecelakaan. Atau Manusia dengan manusia, yang satu mengantuk, yang lainnya melanggar rambu lalu lintas. Diperlukan pembinaan dalam rangka penyadaran pola pikir, pola sikap dan pola perilaku operator (penyedia jasa layanan transportasi) maupun masyarakat pengguna jasa transportasi untuk memperhatikan aspek-aspek ketertiban dan keselamatan dalam penyelenggaraan maupun penggunaan sarana transportasi di Indonesia.  Faktor Manusia, merupakan faktor dominan penyebab kecelakaan. Ditandai dengan kesengajaan, kelalaian dan ketidaktahuan manusia terhadap aturan lalu lintas yang berlaku di jalan. Faktor Kendaraan, merupakan faktor yang sifatnya tidak disengaja seperti ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Faktor Jalan seperti kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan, jalan yang rusak atau berlubang. Hal-hal tersebut bisa sangat membahayakan pengguna jalan.
Kecelakaan Mudik Lebaran 2011
No
Faktor Penyebab Kecelakaan
Presentase
1
Mengantuk
26,06%
2
Kelalaian Kendaraan
10,47%
3
Kalayakan Jalan
9,10%
4
Melanggar Marka Jalan
7,66%
5
Melebihi Batas Kecepatan
4,01%
6
Mengendarai Kendaraan sambil menggunakan Telp Seluler
2,21%
7
Alat lampu pengatur Lalu lintas
1,40%
8
Melanggar rambu-rambu lalu lintas
1,32%
9
Faktor alam
0,08%
10
Mabuk
0,52%
11
Sakit
0,20%

Jumlah Kasus
2.494 kecelakaan

No
Kendaraan
Presentase
1
Sepeda Motor
70,38%
2
Mobil Penumpang
12,76%
3
Mobil Barang
10,15%
4
Bus
4,36%
5
Kendaraan tidak Bermotor
2,34%

Jumlah Kendaraan Terlibat
3.174 kendaraan
Ket : data pantauan pada 23-31 Agustus 2011 di wilayah Polda Prioritas 1 (Sumatera Selatan, Jawa, Bali)
Sumber : NTMC Korlantas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kompas,2/9/2011)
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecelakaan lalu Lintas
Kontribusi factor-faktor yang berpengaruh terhadap kecelakaan lalu lintas
Presentase
Faktor manusia saja
Faktor manusia + jalan
Faktor manusia + kendaraan
65%
24%
4,5%
Faktor jalan saja
Faktor jalan + kendaraan
2,5%
0,3%
Faktor kendaraan saja
Faktor manusia + jalan + kendaraan
2,3%
1,4%
Total
100%
Sumber : Geoffrey, Grime. Handbook of Road Safety Research. Great Britain.: Butterworth and Co. Ltd 1982. 
C. Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas Saat Mudik Lebaran
Tingginya kecelakaan lalu-lintas (laka lantas), seolah menjadi trademark mudik Lebaran. Bukan hanya mengakibatkan korban luka, tetapi, ratusan nyawa melayang sia-sia. Tahun 2011, menurut data Mabes Polri, sejak H minus 7 dan H plus 3 mudik Lebaran, telah terjadi kecelakaan sebanyak 3.590 kasus, dengan korban meninggal dunia mencapai 590 orang, plus korban luka berat sebanyak 990 orang. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah kecelakaan tahun ini meningkat 36,8 %(jumlah kecelakaan 2010 mencapai 2.382 kasus). Sedangkan korban meninggal dunia pada 2009 mencapai 739 orang dan pada 2010 sebanyak 243 orang. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan korban meninggal pada 2010, maka pada 2011 ini korban meninggal dunia mencapai lebih dari 100%. Pantas jika mudik Lebaran disebut sebagai “pesta berdarah”. Korban 590 orang meninggal bukanlah angka yang kecil. Itu setara dengan 4 (empat) pesawat Boeing seri 800 jatuh bersamaan. Mayoritas korban meninggal dunia (76%) adalah pengguna sepeda motor.
Berdasarkan data dari National Traffic Management Center Polri, tahun 2011 terjadi 2.770 kecelakaan dengan 449 korban tewas, 760 orang luka berat, dan 1.914 orang luka ringan. Pada 2010, sesuai data yang dicuplik dari buku Mudik Asyik yang dikeluarkan Mabes Polri, jumlah kecelakaan selama sepekan arus mudik sebanyak 927. Korban tewas sebanyak 182 orang, luka ringan 497 orang, dan luka berat 261 orang. Pemudik bersepeda motor terbanyak terlibat kecelakaan tahun ini, yaitu 2.371 kecelakaan, lebih banyak dibandingkan tahun lalu, 1.616 kecelakaan. Secara keseluruhan, jumlah kendaraan yang mengalami kecelakaan tahun ini 3.418 unit, meningkat sekitar 40 persen dibandingkan 2010, sebanyak 2.446 unit. Mayoritas kecelakaan lalu lintas terjadi di wilayah Jawa Tengah, yaitu 522 kasus. Adapun kecelakaan di Jawa Timur sebanyak 363 kecelakaan.
Angka kecelakaan lalu lintas selama berlangsungnya arus mudik dan balik 2011 di wilayah Polda Metro Jaya meningkat tajam. Sedangkan untuk tingkat fatalitasnya mengalami penurunan dari tahun 2010. Tercatat pada tahun 2010 jumlah kecelakaan hanya 213 dengan perincian korban meninggal dunia sebanyak 45 jiwa, korban luka berat 76, dan korban luka ringan 161 orang. Sedangkan pada tahun 2011 sampai H+5 jumlah kecelakaan sudah mencapai 285 dengan korban meninggal dunia 24, luka berat 88, dan luka ringan 176. Brigadir Jenderal (Pol) I Ketut Untung Yoga, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, berujar, kecelakaan lalu lintas disebabkan kondisi infrastruktur, moda transportasi, dan kesalahan manusia. Separuh dari semua kecelakaan terjadi karena kesalahan manusia, bisa jadi akibat kelelahan dan lengah.
D. Fenomena Mudik Lebaran “Berdarah” Dari Sisi Sosiologis
Fenomena mudik lebaran merupakan salah satu fenomena sosiologis yang biasa terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia khusunya di pulau Jawa. Rasa ingin pulang kampung bagi orang-orang yang merantau mendorong perilaku kolektif karena diberikan libur yang lumayan mendorong mereka ingin pulang kampong walau harus mengeluarkan biaya mahal. Padahal ketika arus mudik semakin padat dan ramaikarena rata-rata kalangan menengah ke bawah menggunakan transportasi darat yang murah. Kondisi jalanan yang kurang kondusif tersebut ditambah oleh Mengendarai kendaraan secara kurang hati-hati dan melebihi kecepatan maksimal, tampaknya merupakan suatu perilaku yang bersifat kurang matang. Walau demikian kebanyakan pengemudi menyadari akan bahaya yang dihadapi apabila mengendarai kendaraan dengan melebihi kecepatan maksimal tersebut. Akan tetapi di dalam kenyataannya tidak sedikit pengemudi yang melakukan hal itu. Mereka demikian beraninya untuk mengambil resiko, akibatnya adalah perilaku-perilaku yang dihasilkan adalah frustasi, oleh karena konflik sebenarnya merupakan suatu bentuk dari frustasi. Mereka frustasi dikarenakan oleh situasi jalan yang ramai dan merayap serta harus bersaing dengan ribuan kendaraan lainnya yang mempunyai tujuan sama. Di dalam menghadapi konflik, maka seseorang biasanya melakukan apa yang disebut displacement yang berwujud sebagai pengalihan sasaran perilaku agresif.
Perilaku semacam ini dapat terjadi pada pengemudi, yang kemudian mengendarai kendaraannya secara membabi buta. Hal-hal yang dikemukakan di atas, merupakan ciri-ciri mental manusia yang sedang mengalami tekanan tidak jarang bahwa manusia mengalami kegembiraan yang luar biasa, oleh karena sebab-sebab tertentu. Tanpa disadari, rasa gembira tersebut mengakibatkan pengemudi menjalankan kendaraan dengan kecepatan yang melebihi kecepatan maksimal. Keadaan lelah, lapar, usia yang sudah mulai tua, obat-obatan dan lain sebagainya, merupakan beberapa faktor yang kemungkinan besar akan dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengemudikan kendaraan dengan baik. Kelelahan fisik dapat mengurangi kemampuan mengemudi, serta konsentrasi yang diperlukan untuk mengemudikan kendaraan dengan baik.
Dalam teori control social disebutkan bahwa perilaku tersebut merupakan perilaku deviasi yang bisa menembus pelangaaran hukum. Karena bisa membahayakan nyawa sendiri dan orang lain. Sehingga untuk mengatasi itu dalam teori control ada 2 macam control yaitu bathiniah dan lahiriah. Dalam bathiniah pengemudi dikuatkan rasa rindu keluarga, contoh pemasangan iklan 1 keluarga berkumpul. Sedangkan lahiriah adalah dengan adanya polisi. Aparat penegak hukum (Polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah (politie toezicht) dan sebagai penindak (politie dwang) dalam fungsi politie. Di samping itu maka polisi lalu lintas juga melakukan fungsi regeling (misalnya, pengaturan tentang kewajiban bagi kendaraan bermotor tertentu untuk melengkapi dengan segi tiga pengaman) dan fungsi bestuur khususnya dalam hal perizinan atau begunstiging (misalnya, mengeluarkan Surat Izin Mengemudi). Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah lalu lintas dan angkutan jalan raya, tidaklah sepenuhnya sinkron dan ada ketentuan-ketentuan yang sudah tertinggal oleh perkembangan masyarakat. Namun demikian tidaklah berlebih-lebihan untuk mengemukakan beberapa cara penegakan peraturan lalu lintas yang menurut pengalaman akan lebih efisien.
Cara yang lazim disebutkan periodic reinforcement atau partial reinforcement. Cara ini diterapkan apabila terhadap perilaku tertentu, tidak selalu diberi imbalan atau dijatuhi hukuman. Kalau seorang pengemudi sudah terbiasakan menjalani rute jalan raya tertentu, maka ada kecenderungan untuk melebihi kecepatan maksimal. Hal itu disebabkan oleh karena pengemudi menganggap dirinya telah mengenal bagian dari jalan raya tersebut dengan baik. Kalau pada tempat-tempat tertentu dari jalan tersebut ditempatkan petugas patroli jalan raya, maka dia tidak mempunyai kesempatan untuk melanggar batas maksimal kecepatan. Akan tetapi apabila penempatan petugas dilakukan secara tetap, maka pengemudi mengetahui kapan dia harus mematuhi peraturan dan bilamana dia dapat melanggar ketentuan-ketentuan tersebut. Dengan menerapkan cara periodic reinforcement, maka ingin ditimbulkan kesan pada pengemudi bahwa di mana-mana ada petugas, sehingga dia akan lebih berhati-hati di dalam mengemudikan kendaraannya, kalaupun petugas kadang-kadang ditempatkan di jalan raya tersebut ada kesan bahwa petugas itu selalu ada disitu. Cara ini bertujuan untuk menghasilkan pengemudi yang berperilaku baik.
Cara kedua biasanya disebut conspicuous enforcement, yang biasanya bertujuan untuk mencegah pengemudi mengendarai kendaraan secara membahayakan. Dengan cara ini dimaksudkan sebagai cara untuk menempatkan mobil polisi atau sarana lainnya secara menyolok, sehingga pengemudi melihatnya  dengan sejelas mungkin. Hal ini biasanya akan dapat mencegah seseorang untuk melanggar peraturan. Cara ini bertujuan untuk menjaga keselamatan jiwa manusia. Dan sudah tentu, bahwa kedua cara tersebut memerlukan fasilitas yang cukup dan tenaga manusia yang mampu serta terampil.
Maka tepat yang dikatakan Hirschi dalam teori control sosiologis (1969) :
-       Kejahatan itu normal dan hanya bisa dicegah dengan menghilangkan kesempatan yang ada.
-       Kejahatan dapat dicegah dengan punishment dan reward
-       Implikasinya tidak ada yang selamanya akan melangaar hokum dan tidak pernah melanggar hukum. 


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tingginya kecelakaan lalu-lintas (laka lantas), seolah menjadi trademark mudik Lebaran. Bukan hanya mengakibatkan korban luka, tetapi, ratusan nyawa melayang sia-sia. Tahun 2011, menurut data Mabes Polri, sejak H minus 7 dan H plus 3 mudik Lebaran, telah terjadi kecelakaan sebanyak 3.590 kasus, dengan korban meninggal dunia mencapai 590 orang, plus korban luka berat sebanyak 990 orang. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah kecelakaan tahun ini meningkat 36,8 %(jumlah kecelakaan 2010 mencapai 2.382 kasus). Sedangkan korban meninggal dunia pada 2009 mencapai 739 orang dan pada 2010 sebanyak 243 orang. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan korban meninggal pada 2010, maka pada 2011 ini korban meninggal dunia mencapai lebih dari 100%. Hal tersebut dapat ditekan dengan penggunaan teori control social. Penerapannya adalah aparat penegak hukum (Polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah (politie toezicht) dan sebagai penindak (politie dwang) dalam fungsi politie.  Hal tersebut harus diikuti dengan cara yang lazim disebutkan periodic reinforcement atau partial reinforcement. Cara ini diterapkan apabila terhadap perilaku tertentu, tidak selalu diberi imbalan atau dijatuhi hukuman. Cara kedua biasanya disebut conspicuous enforcement, yang biasanya bertujuan untuk mencegah pengemudi mengendarai kendaraan secara membahayakan.
Maka tepat yang dikatakan Hirschi dalam teori control sosiologis (1969) :
-       Kejahatan itu normal dan hanya bisa dicegah dengan menghilangkan kesempatan yang ada.
-       Kejahatan dapat dicegah dengan punishment dan reward
-       Implikasinya tidak ada yang selamanya akan melangaar hokum dan tidak pernah melanggar hukum.
DAFTAR PUSTAKA
A. Jurnal Online
Anggrasena, Bima.2010. STRATEGI PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENINGKATKAN  KESELAMATAN LALU LINTAS DAN MEWUJUDKAN MASYARAKAT PATUH HUKUM. (Online) (http://eprints.undip.ac.id, diakses pada tanggal 2 Januari 2012)
Kartika, Metta.2009.Analisis Faktor Kecelakaan Lalu Lintas. (Online) (http:// UI. ac.id, diakses tanggal 2 Januari 2012)
Nugroho, Sutopo Purwo.2010.Karakteristik Bencana Gagal Teknologi di Indonesia. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana. (Online) Vol 1 No 1. (http://www.bnpb.go.id , diakses tanggal 2 Januari 2012)
……..2008.Keselamatan Lalu Lintas.Diktat Kuliah.(Online), (http://k12008.widyagama.ac.id, diakses tanggal 2 Januari 2012)
B. Koran
Edi. 9 September 2011. Ngantuk Penyebab Utama Kecelakaan. Kedaulatan Rakyat, hlm 8.
C. Koran On line


0 komentar:

Posting Komentar

 
;