Senin, 09 Januari 2012

KONFLIK PALESTINA DAN ISRAEL (AGAMA, TANAH AIR, DAN POLITIK )

          Sulit dibayangkan, jika serangan udara Israel dalam waktu satu minggu telah menelan demikian banyak korban, keadaannya tentu akan semakin parah setelah Israel melancarkan serangan daratnya, dan kondisi ini terbukti dengan jatuhnya korban jiwa melibihi angka seribu dan ribuan korban luka lainnya.
Agresi meliter Israel ke Jalur Gaza beberapa waktu terakhir benar-benar menarik perhatian banyak pihak, tidak saja dari kalangan masyarakat muslim melainkan hampir seluruh masyarakat dunia. Keprihatinan dan simpati masyarakat dunia akan kondisi Palestina yang menjadi korban keganasan agresi meliter Israel diungkapkan dalam berbagai bentuk solidaritas, mulai dari aksi kecamanan, kutukan dan penolakan terhadap tindakan Israel hingga pengiriman bantuan kemanusiaan dalam berbagai bentuk, seperti tenaga medis, makanan serta obat-obatan. Atas nama kemanusiaan, solidaritas semacam ini wajar dilakukan. Namun yang cukup menarik dari sekian banyak solidaritas yang ditujukan pada korban Palestina adalah simpati dan dukungan yang datang dari masyarakat Islam. Lebih dari sekedar memberikan bantuan kemanusiaan pada masyarakat Palestina, beberapa institusi dan ormas Islam bahkan siap mengirimkan tenaga relawannya sebagai “pasukan jihad”.
Konflik Israel-Palestina berhasil membangun stigma di tengah masyarakat Islam sebagai konflik bernuansa agama. Pandangan ini setidaknya dibangun berdasarkan asumsi bahwa Palestina diyakini sebagai salah satu simbol spiritualitas Islam, dan korban yang berjatuhan di tanah Palestina secara umum adalah masyarakat Islam. Istilah “jihad” sendiri merupakan terminologi dalam ajaran Islam yang mengandung pengertian perang yang dilakukan di jalan Allah, sehingga jika jihad dapat ditolerir dalam kasus ini, maka semakin sulit membangun fondasi keyakinan di tengah masyarakat Islam tentang adanya fakta lain di balik situasi konflik yang sejak lama terjadi antara Israel dan Palestina.
Konflik Israel-Palestina seringkali dipahami sebagai konflik Yahudi-Islam dan hal ini berhasil mensugesti hampir seluruh dunia Islam untuk membeci Yahudi dengan segala macam “derivasinya”. Sikap anti-pati terhadap Yahudi di kalangan mayoritas Islam bahkan telah ditanamkan demikian mengakar mulai dari lingkungan keluarga hingga institusi pendidikann Islam. Yahudi kerap digambarkan sebagai makhluk berwatak jelek, berwajah bengis dan berhati keji, sehingga tidak heran jika kemudian istilah “Yahudi” dijadikan sebagai bahasa cemooh untuk menyebutkan orang yang “bersifat jelek”.
Dalam konflik Israel-Palestina misalnya, seruan agar umat Islam bersatu untuk melawan Zionis-Yahudi bukan sesuatu yang aneh disuarakan meski dengan alasan yang masih sulit ditebak: apakah merasa senasib dengan warga Islam Palestina, atau justru dipicu oleh kebencian terhadap Yahudi yang telah jauh ditanamkan. Sebaliknya, umat Islam dunia bahkan sulit untuk memberikan dukungan kepada pihak mana ketika terjadi perang Saudara Sunni-Syiah di wilayah Timur tengah, tetap saja sebagai perang melibatkan korban jiwa yang tidak dapat ditolerir secara kemanusiaan.
Hampir mustahil melacak kronologis sejak kapan umat Islam dididik untuk membenci Yahudi, namun fakta yang ada justru menunjukkan hubungan keduanya cukup baik sepanjang sejarah umat Islam awal hingga periode pertengahan. Dalam literatur Islam orang Yahudi diabadikan sejarah sebagai orang yang pernah menjadi sekretaris nabi khususnya untuk keperluan korespondensi luar negeri, bahkan nabi juga menunjukkan toleransinya kepada Yahudi dengan berpuasa pada saat mereka berpuasa. Pada periode Islam di Spanyol, umat Islam, Yahudi, dan Kristen bersama-sama membangun dan menghasilkan sebuah peradaban yang berpengaruh pada Renaisance Eropa.
 Memang kerukunan yang terjalin antara umat Islam dan Yahudi bukan berarti tanpa konflik. Ketika pengaruh Muhammad semakin kuat dan daya imbau agama yang diajarkannya semakin terasa di kalangan Yahudi, para pemuka agama Yahudi mulai mengabaikan perjanjian damai yang pernah dibuat dengan umat Islam. Pengabaian terbuka atas perjanjian itu ditandai dengan masuk Islamnya Abdullah bin Salam, seorang rabi terpandang Yahudi yang sempat membujuk keluarganya untuk masuk ke agama Islam. Kondisi ini membuat Yahudi merasa terancam dan mulai melancarkan serangan teologis terhadap Muhammad dengan sejumlah pertanyaan dan perdebatan mengenai pokok-pokok dasar agama Islam. Kebijakan resmi untuk memerangi Yahudi digariskan Muhammad sejak pristiwa pelecehan seorang wanita muslim oleh sekelompok Yahudi bani Qainuqa. Sejak saat itu, satu persatu kelompok Yahudi diusir dari Madinah karena terbukti mendukung pihak Makkah. Kondisi ini – sebagaimana ditulis Hamid Basyaib – jelas menunjukkan pertikaian yang disebabkan oleh masalah politik.
Hingga terjadi konflik Israel-Palestina yang dalam banyak hal dipandang sebagai konflik Yahudi-Islam, analisis tentang masalah politik sebagai pemicu konflik juga banyak digulirkan berbagai pihak. Konflik ini misalnya, merupakan konflik yang dipicu oleh klaim hak atas tanah Palestina dari kedua pihak yang bertikai. Seperti ditulis Trias Kuncahyono, Israel selalu mengatakan posisi legal internasional mereka atas Jerusalem berasal dari mandat Palestina (Palestine Mandate, 24 Juli 1922). Di pihak lain, Palestina juga menyatakan Jerusalem (al Quds) akan menjadi ibu kota negara Palestina Merdeka di masa mendatang atas dasar klaim pada agama, sejarah dan jumlah penduduk di kota itu. Pertikaian kedua belah pihak pada akhirnya sulit dihindari, sebab klaim hak atas tanah Palestina bukan sekedar menyangkut latar belakang sejarah dan wilyah politik, melainkan masalah simbol spiritualitas besar bagi kedua pihak.
Dershowitz menuliskan, pembagian Jerusalem – menjadi bagian Israel dan bagian Palestina – sulit untuk dilaksanakan karena peta demografi tidak mudah diubah menjadi peta politik. Meskipun peta tersebut telah terbagi sebagai wilayah yang dihuni orang-orang Israel dan wilyah lain yang dihuni orang-orang Palestina, Jerusalem akan semakin sulit dibagi karena ia merupakan simbol tiga agama besar yang letaknya saling berdekatan. Jerusalem adalah pusat Yudaisme, tempat disalibnya Yesus dan kebangkitan serta kenaikannya ke surga, dan tempat yang diyakini umat Islam sebagai bagian dari perjalanan spiritualitas Muhammad ketika mengalami perjalanan malam dari Masjid al Haram ke Masjid al Aqsha dan naik ke Sidratul Munthaha.
Yahudi menganggap Palestina sebagai “tanah yang dijanjikan” dan mayoritas mereka meyakini bahwa Yerusalem harus kembali menjadi ibu kota Israel sebagai intervensi Tuhan untuk mengembalikan hak bangsa Yahudi yang selama ini tertindas. Pandangan ini mengakibatkan pergeseran paradigma politik yang mewarnai konflik Israel-Palestina ke paradigma teologis. Apalagi, mitos yang kerap dikembangkan untuk memberikan identitas pada Yahudi, adalah: “bangsa tanpa tanah untuk tanah tanpa bangsa”. Streotipe tentang Yahudi sebagai “bangsa yang terusir dari tanahnya” ini juga telah berhasil membentuk konsep teologis orang-orang Yahudi, bahwa – seperti ditulis Karen Armstong – Tuhan memulai penciptaan dengan tindakan yang kejam karena keinginan untuk membuat dirinya dikenal oleh para makhluknya. Keterkucilan dan pengasingan Yahudi bahkan pernah di alami Adam sebelumnya, karena dosa yang dilakukan Adam membuat ia terusir dari surga. Demikian Yahudi, mengembara ke seluruh penjuru dunia, menjadi terkucil selamanya, dan merindukan penyatuan kembali dengan Tuhan.
Ada mitos lain yang menarik menyangkut konsep teologi Yahudi, yaitu penantian terhadap datangnya sorang Messiah selama berabad-abad yang diharapkan akan membawa keadilan dan perdamaian. Dalam keyakinan Yeshiva, sebuah sekte yang didirikan R. Shalom Dov Ber yang sangat khawatir terhadap masa depan agama Yahudi, mereka akan menjadi prajurit dalam pasukan rabi yang akan berperang tanpa kenal ampun dan kompromi untuk memastikan agama Yahudi sejati tetap bertahan, dan perjuangan mereka akan meratakan jalan bagi kedatangan Messiah. Cukup beralasan jika kemudian keyakinan Yeshiva ini dipahami dengan pandangan: Messiah hanya akan turun ketika terjadi keberutalan dan peperangan (ingat mitos penciptaan Luria).
Dimensi politik yang juga demikian kental dalam konflik Israel-Palestina. Fakta ini setidaknya ditunjukkan dengan keberpihakan Amerika Serikat sebagai negara adidaya pada Israel. Keberpihakan tersebut semakin terlihat jelas ketika tidak kurang dari puluhan resolusi yang dikeluarkan PBB untuk konflik Israel-Palestina kerap dimentahkan Amerika dengan vetonya. Ada hal lain yang lebih menarik, sunyinya sauara negara-negara Arab (khususnya Saudi Arabia yang dalam banyak hal dianggap sebagai “kampung halaman Islam”, dan berteman dekat dengan Amerika) semakin memperlihatkan nuansa politik yang cukup kontras dalam kasus ini. Nuansa teologis dalam konflik Israel-Palestina bukan saja ditunjukkan dengan terbangunnya stigma perang Yahudi-Islam, akan tetapi keyakinan terhadap “tanah yang dijanjikan” sebagai tradisi teologis Yahudi juga tidak dapat dipisahkan dalam kasus ini. Oleh karenanya, tidak ada dari kedua aspek di atas (politik dan teologi) yang dapat dianggap lebih tepat sebagai pemicu konflik Israel-Palestina, karena sepanjang sejarahnya kedua aspek tersebut turut mewarnai konflik.
2) Percaturan Politik Dunia Internasional Dalam Konflik Israel dan Palestina
*      Negara-negara Arab
Negara – Negara Arab pada awalnya bersama-sama mendukung Palestina dalam konflik dengan Israel sebagai upayanya mempertahankan kedaulatan Palestina. Israel sebagai negara merdeka disahkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (UNO-United Nations Organization) melalui Resolusi Sidang Majelis Umum PBB No.181/1947 dan berdiri sebagai sebuah negara yang diakui oleh Hukum Internasional pada September 1948. Konflik Arab-Israel sudah berawal sejak dikeluarkannya Resolusi No.181/1947 yang mensahkan berdirinya negara Israel pada 1948 di atas pertapakan wilayah negara Palestina yang saat itu memang dikelola oleh Yordania. Kemudian dengan semua aksi pendudukan secara tidak sah yang dilancarkan oleh Israel, maka terjadilah perang Arab-Israel pada tahun 1967. Sidang Majelis Umum PBB langsung mengeluarkan Resolusi No.242/1967 yang mewajibkan Israel harus menarik diri dari kawasan yang didudukinya dalam perang enam hari tahun 1967.  Hingga periode seterusnya tetap terjadi konflik antara Arab dan Israel.
Akan tetapi dinamika percaturan negara Arab dalam konflik ini mulai memudar. Aksi tidak mau membantu Palestina secara total kala dahulu membuat peta politik yang ada berubah. Perpecahan yang ada di kalangan Negara Arab dalam menyikapi masalah Palestina menjadi penyebabnya. Bahkan Negara Arab mulai menjalin komunikasi dengan AS serta Palestina. Pembangunan pangkalan militer di Arab Saudi semakin menjadi cerminan dari aksi yang dilakukan bangsa Arab. Hal tersebut juga turut diperkuat oleh ketakutan para pemimpin Arab akan revolusi yang melanda Mesir, Libya dll. Padahal dapat diketahui bahwa Husni Mubarak, pemimpin Mesir, adalah sekutu AS tetapi ditinggalkan AS begitu saja dalam revolusi di Mesir. Begitu juga dengan Libya dimana sikap Khadafi dalam perang melawan teroris tidak membuat campur tangan AS dalam revolusi yang terjadi disana berhenti. Kini Negara-negara Arab mulai kehilangan pegangan dalam hal sekutu seperti AS mereka mulai beralih ke Israel. Mesir adalah satu-satu anggota Liga Arab yang memiliki hubungan di-plomatik dengan Israel dan itulah sebabnya Kairo kurang disukai oleh anggota Liga Arab lainnya khususnya Arab Saudi.  Tetapi kini perlahan Negara Arab mulai bersatu mendukung Palestina. Contoh yang paling actual adalah dukungan untuk Palestina dalam upaya menjadi anggota PBB.
*      AS dan Negara Barat
Selama ini kita cenderung memahami bahwa AS adalah sekutu paling dekat dengan Israel. Setiap tahunnya, AS member bantuan ekonomi 3 miliar dolar AS ke Israel. AS tak segan berdiri malu di pihak Israel dalam ‘pengadilan’ PBB dan forum internasional lain yang menggugat pelanggaran Israel atas hukum internasional dan masalah serupa lainnya. Tentu saja dibalik ini semua ada agenda politik di dalamnya. Timur Tengah memiliki makna penting bagi AS dan dunia Barat setelah Perang Dunia II berakhir. Mereka mulai merasakan keuntungan-keuntungan minyak dari kawasan Teluk. AS dan  dunia Barat sejak awal menyadari bahwa kendali persediaan minyak di Timur Tengah merupakan sarana untuk mengendalikan dunia. Sejak itulah agenda politik AS dan dunia Barat beralih ke Timur Tengah
Pembentukan Israel atas kepentingan AS dan dunia Barat. Sejak berdirinya Israel memang sengaja diarahkan untuk memiliki ‘sedikit’ dominasi politik dan ekonomi di wilayah itu. Dengan begitu AS dan Barat akan mudah menanamkan pengaruh di kawasan Timur Tengah. Kebijakan luar negeri As dilandaskan pada upaya mengisolasi Israel dari kawasan lainnya, serta membatasi perannya dalam masalah Palestina dan Timur Tengah. Kebijakan AS terpusat pula pada pembentuakn negarav Palestina merdeka yang sekuler. Bahkan demi kepentingan itu As menempatkan pasukan multi nasional di sepanjang perbatasan Israel dan  negara-negara Arab tetangganya. Kebijakan As yang lainnya berkisar pada usaha internasionalisasi wilayah Yerusalem. AS memandang Internasionalisasi adalah solusi atau masalah sensitive yang bakan melegakan umat Kristen dan menghadirkan semakin kuatnya pengaruh AS melalui kehadiran PBB disana.
3) Pemetaan Konflik
a) Kronologi Konflik
Jika ditinjau dari latar belakang sejarah, konflik Israel-Palestina merupakan bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas sejak 1940-an. Agresi Militer Israel terakhir yang dilancarkan sejak 26 Desember 2008 pada prinsipnya merupakan bagian yang tidak terpisah dari konflik Israel-Palestina sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, kronologi konflik Israel-Palestina dapat dipahami sebagaimana penjelasan berikut:
Tahun
Peristiwa
Deskripsi
1917
Deklarasi Balfour
2 November 1917 Inggris memenangkan Deklarasi Balfour yang dipandang pihak Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi di Palestina.
1922
Mandat Palestina

1936-1939
Revolusi Arab
Pimpinan Amin al Husein yang menyebabkan tidak kurang 5000 warga Arab terbunuh
1947
Rencana pembagian wilayah oleh PBB
29 November 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui untuk mengakhiri Mandat Britania untuk Palestina dari tanggal 1 Agustus 1948 dengan pemecahan wilayah mandat
1948
Deklarasi Negara Israel
Israel diproklamirkan pada tanggal 14 Mei 1948, sehari kemudian langsung diserang oleh tentara dari Libanon, Yordania, Mesir, Irak, dan negara Arab lainnya. Israel berhasil memenangkan peperangan dan merebut + 70% dari luas total wilayah mandat PBB Britania Raya.
1949
Perseteujuan gencatan senjata
3 April 1949, Israel dan Arab sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Israel mendapat kelebihan 50 persen lebih banyak dari yang diputuskan rencana pemisahan PBB
1956
Perang Suez
29 Oktober 1965, Krisis Suez, sebuah serangan meliter terhadap Mesir dilakukan oleh Britania Raya, Perancis dan Israel.
1964
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) berdiri
Mei 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) resmi berdiri, tujuannya untuk menghancurkan Israel.
1967
Perang enam hari
Dikenal dengan perang Arab-Israel 1967, merupakan peperangan antara Israel menghadapi gabungan tiga negara Arab: Mesir, Yordania dan Suriah, yang mendapatkan bantuan aktif dari Irak, Kuwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Perang tersebut berlangsung selama 132 jam 30 menit.
Resolusi Khartoum
Sebuah pertemuan 8 pemimpin negara Arab pada tanggal 1 September 1967 karena terjadinya perang enam hari. Resolusi ini berlanjut ke perang Yom Kippur tahun 1973.
1968
Palestina menuntut pembekuan Israel
Perjanjian Nasional Palestina dibuat, dan secara resmi Palestina menuntut pembekuan Israel.
1970
War of Attrition
Setelah perang enam hari (5-10 Juni 1967), terjadi insiden serius di Terusan Suez. Tembakan pertama dilepaskan 1 Juli 1967, ketika pasukan Mesir menyerang patroli Israel, dan ini merupakan awal dari perang War of Attrition.
1973
Perang Yom Kippur
Dikenal juga dengan Perang Ramadhan pada tanggal 6-26 Oktober 1973 karena bertepatan dengan bulan ramadhan. Perang ini merupakan perang antara pasukan Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah, terjadi pada hari raya Yom Kipur, hari raya yang paling besar dalam tradisi orang-orang Yahudi.

1978
Kesepakatan Camp David
Ditandatangani pada tanggal 17 September 1978 di Gedung Putih yang diselenggarakan untuk perdamaian di Tmur Tengah. Jimmy Carter (Presiden Amerika Serikat) memimpin perundingan rahasia yang berlangsung selama 12 hari antara Presiden Mesir, Anwar Sadat, dan Perdana Menteri Israel, Menachem Begin.
1982
Perang Libanon
Perang antara Israel dan Libanon yang terjadi pada tanggal 6 Juni 1982 ketika angkatan bersenjata Israel menyerang Libanon Selatan.
1990-1991
Perang Teluk

1993
Kesepakatan damai antara Palestina dan Israel
13 September 1993, Israel dan PLO sepakat untuk saling mengakui kedaulatan masing-masing. Pertemuan Yaser Arafat dan Israel Yitzhak Rabin berhasil melahirkan kesepakatan OSLO. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa memerintah di kedua wilayah. Arafat mengakui hak negara Israel untuk eksis secara aman dan damai.
1999-1997
Kerusuhan terowongan
Al Aqsha
Israel sengaja membuka terowongan Masjid al Aqsha untuk memikat para turis dan membahayakan fondasi mesjid bersejarah, pertempuran berlangsung beberapa hari. Israel menarik pasukannya dari Hebron, Tepi Barat
1998
Perjanjian Wye River
Oktober 1998, Perjanjian Wye River yang berisi penarikan Israel dan dilepaskannya tahanan politik dan kesediaan Palestina untuk menerapkan butir-butir perjanjian Oslo, termasuk soal penjualan senjata ilegal.
2000
KTT Camp David

2002

Israel membangun tembok pertahanan di tepi Barat diiringi rangkaian serangan bunuh diri Palestina
2004

Mahkamah Internasional menetapkan pembangunan batas pertahanan menyalahi hukum internasional dan Israel harus merobohkannya
2005
Mahmud Abbas terpilih menjadi Presiden
9 Januari 2005, Mahmud Abbas dari al Fatah terpilih sebagai Presiden Otoritas Palestina menggantikan Yaser Arafat yang wafat pada 11 November 2004
Juni 2005, pertemuan Mahmud Abbas dan Ariel Sharon di Yerusalem. Mahmud Abbas mengulur Jadwal Pemili karena mengkhawatirkan kemenangan diraih pihak Hammas
Agustus 2005, Israel hengkang dari pemukiman Gaza dan empat wilayah pemukiman di Tepi Barat
2006
Hamas memenangkan Pemilu
Januari 2006, Hammas memenangkan kursi Dewan Legislatif, menyudahi dominasi fatah selama 40 tahun
2008



Agresi militer Israel ke Gaza
Januari-Juli, ketegangan meningkat di Gaza. Israel memutus suplai listrik dan gas, Hamas dituding tidak mampu mengendalikan kekerasan
November 2008, Hamas batal ikut serta dalam pertemuan univikasi Palestina yang dilaksanakan di Kairo, Mesir. Serangan roket kecil berjatuhan di wilayah Israel.
26 Desember 2008, Agresi Israel ke Jalur Gaza. Israel melancarkan Operasi Oferet Yetsuka, yang dilanjutkan dengan serangan udara ke pusat-pusat operasi Hamas.
  2011
Palestina mendaftarkan diri menjadi anggota PBB serta menjadi anggota UNESCO  
Palestina mendaftarkan diri menjadi anggota PBB akan tetapi gagal karena diancam veto oleh AS. Palestina berhasil menjadi anggota UNESCO.
Setelah mengalami berbagai gejolak hampir enam dekade lamanya kini wilayah Israel dan Palestina mengalami perubahan yang signifikan, berikut petanya :
Flowchart: Connector: PALESTINAb) Analisis konflik
Flowchart: Connector: ISRAEL- Berdasarakan Pelaku                 ISU











 





Keterangan
Aliansi
Konflik                        Hubungan agak dekat


4) Teori Konflik
Memahami situasi konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina, analisis sosial tentu menjadi alternatif yang mutlak diperlukan untuk mencari jalan keluar yang tepat, karena konflik ini – secara luas – menyangkut masalah interaksi sosial yang menyentuh berbagai aspek. Interaksi sosial tidak selamanya dapat dipahami sebagai hubungan timbal balik yang bernilai kooperatif (cooperation), akan tetapi persaingan (competition) dan pertantangan maupun pertikaian (conflict) merupakan salah satu bentuk interaksi sosial itu sendiri. Holsti bahkan menyebutkan, pada dasarnya segala jenis hubungan (interaksi) menunjukkan adanya sifat konflik. Karenanya, solusi untuk konflik sosial yang membingkai interaksi Israel-Palestina hanya dapat ditempuh melalui analisis sosial mengingat langkah ini dapat mengantarkan pemahaman pada faktor-faktor yang membentuk interaksi antar kelompok dan situasi yang membentuk interaksi tersebut pada level ketegangan maupun hubungan yang harmonis.
Konflik Israel-Palestina dengan sendirinya dapat diposisikan sebagai konflik sosial mengingat kasus ini dapat disoroti dari beberapa aspek: politik dan teologi. Konflik sosial sendiri, menurut Coser, diartikan sebagai “…a strugle over values or claims to status, power, and scare resource, in wich the aims of the conflict groups are not only to gain the desired values, but also to neutralise injure or eliminate rivals. Pengertian ini menunjukkan bahwa konflik sosial meliputi spektrum yang lebar dengan melibatkan berbagi konflik yang membingkainya, seperti: konflik antar kelas (social class conflict), konflik ras (ethnics and racial conflicts), konflik antar pemeluk agama (religions conflict), konflik antar komunitas (communal conflict), dan lain sebagainya.
Dilihat dari sejarah dan substansi konflik Palestina dan Israel maka dapat dianalisis melalui unsur hostile feeling.  Unsur ini berisi keagresifan atau bermusuhan dan sikap saling benci. Bagi Cooser hostile feeling belum tentu menyebabkan konflik terbuka sehingga akan ada permusuhan terlebih dahulu. Perilaku ini yang kemudian menyebabkan situasi konflik. Dalam hal ini sikap permusuhan antara Palestina dan Israel sudah dimulai sejak jaman dahulu dengan analogi Islam dan Yahudi. Rasa dan keyakinan yang kuat dari agama masing-masing membuat timbul permusuhan dan berakhir pada konflik.
Dalam konflik ini, berdasarkan atas 2 tipe yaitu realistis dan non realistis.  Dimana konflik realistis yang ada dalam Palestina dan Israel adalah perebutan tanah air. Perebutan tanah air tersebut bersumber dari kepercayaan masing-masing agama. Dan di sini lah konflik non realistis muncul. Ikon Islam dan Yahudi menjadi landasan yang konflik antar agama bahkan ras, Islam dan Yahudi. Maka dapat ditarik apabila terjadi konflik bahkan konflik non relistis maka penyelesaian masalah akan amat kompleks karena konflik sudah merembtr meluas.
Maka diantara  keduanya akan terjadi fase konflik yang berisi tindakan koersif. Tindakan ini saling memaksa antar satu sama lain atas kehendak masing-masing.  Dalam tindakan koersif terdapat dua jenis yaitu koersi nyata dan koersi ancaman. Koersi nyata muncul dengan cara membunuh satu sama lain. Hal ini terlihat dari perang yang terjadi antara kedua belah pihak. Dan koersi ancaman dapat dilihat dari embargo Israel atas Palestina di jalur Gaza. Tindakan tersebut akan berakhir pada dinamika konflik dimana berisi solidaritas konflik dan sumber-sumber konflik.  Meningkatnya solidaritas konflik di konflik ini terbentuk antara Arab- Palestina dan Israel- AS. Hal ini karena kesamaan tujuan, keyakinan, dll diantara mereka. Sumber konflik yang terbentuk dari tentara, logistik yang dipunyai masing-masing pihak dimana itu jadi penentu kemenangan atau dalam bargaining position.
C. Solusi
Konflik Palestina dan Israel merupakan konflik yang panjang dan memakan waktu lama. Apalagi di dalamnya ditambah campur tangan pihak-pihak terkait yang membawa visi misi tertentu. Oleh karena itu konflik ini harus segera diselesaikan secara bersama untuk menemukan solusi yang tepat, yaitu
-          Kedua belah pihak harus mentaati Resolusi PBB No.242/1967.
-          Pengakuan kedaulatan antar kedua belah pihak.
-          Perundingan kembali di tingkat PBB
-          Perumusan sikap bersama dalam KTT Arab, OKI, akan isu hangat ini
-          Penarikan mundur pasukan sekutu dari wilayah Timur Tengah
Daftar Pustaka
Dipoyudo, Kirdi. 1981. Timur Tengah Pusaran Strategis Dunia. Jakarta : CSIS
Findley, Paul. 2006. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung : PT. Mizan Pustaka
Jatmika, Sidik. 2001. AS Penghambat Demokrasi. Yogyakarta :BIGRAF Publishing
Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta : Kencana
Widham, Mircea.2010. Master Plan Yahudi. Yogyakarta : Pustaka Solomon
http://ekomarhaendy.wordpress.com diakses pada 20 November 2011 jam 20.00
http://www.shabestan.ne diakses pada 20 November 2011 jam 20.00





1 komentar:

Unknown mengatakan...

para pelakunya siapa??

Posting Komentar

 
;