Senin, 09 Januari 2012

KEKACAUAN IKLIM MELANDA DUNIA

Pemanasan global semakin dirasakan warga dunia, dengan makin hangatnya suhu rata-rata. Pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim (climate change) belum menjadi mengedepan dalam kesadaran multipihak. Pemanasan global (global warming) telah menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia, terutama negara yang mengalami industrialisasi dan pola konsumsi tinggi (gaya hidup konsumtif). Tidak banyak memang yang memahami dan peduli pada isu perubahan iklim. Sebab banyak yang mengatakan, memang dampak lingkungan itu biasanya terjadi secara akumulatif. Pada titik inilah masalah lingkungan sering dianggap tidak penting oleh banyak kalangan, utamanya penerima mandat kekuasaan dalam membuat kebijakan.
Global warming dapat didefinisikan sebagai peningkatan temperatur rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Pemanasan Global akan diikuti dengan Perubahan Iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan, di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu. Perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming), pemicu utamanya adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energi fosil (bahan bakar minyak, batubara dan sejenisnya, yang tidak dapat diperbarui). Penghasil terbesarnya adalah negeri-negeri industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dll. Ini diakibatkan oleh pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan. Untuk negara-negara berkembang meski tidak besar, ikut juga berkontribusi dengan skenario pembangunan yang mengacu pada pertumbuhan. Memacu industrilisme dan meningkatnya pola konsumsi tentunya, meski tak setinggi negara utara. Industri penghasil karbon terbesar di negeri berkembang seperti Indonesia adalah perusahaan tambang (migas, batubara dan yang terutama berbahan baku fosil).
Tahun 2007 bisa disebut sebagai tahun perubahan iklim. Sewaktu The Earth Summit menghasilkan Konvensi Rio tahun 1992, masalah lingkungan hidup masih merupakan isu abstrak di benak sebagian besar penduduk dunia—disadari penting, tapi tidak mendesak. Di tahun 2007, opini dunia sudah berubah drastis. Isu lingkungan meroket menjadi isu global nomor satu, jauh melebihi terorisme, harga minyak, atau flu burung. Hal ini karena warga dunia, terutama di negara maju, sudah melihat dan merasakan bukti dari fenomena perubahan iklim: banjir di Inggris, Meksiko dan Malaysia; badai Katrina di AS dan badai Felix di Nicaragua, angin puyuh di Bangladesh, kebakaran hutan di Kalimantan, kebakaran lahan di Yunani, kemarau panjang di Afrika, cuaca ekstrim, hujan ekstrim di India, Nepal, Bhutan dan Bangladesh, gagal panen, kekeringan, gunung es mencair, air laut naik, dll.
      Di mana-mana, isu perubahan iklim menjadi isu politik tinggi. Di Amerika, Uni Eropa, Inggris, Jerman, Jepang, Perancis, Kanada, Australia, Pemerintah dan oposisi bersaing membuktikan kepedulian mereka terhadap masalah perubahan iklim. Di Yunani, Peme-rintah jatuh karena masalah kebakaran hutan. Di Sudan, konflik semakin parah karena faktor kekurangan air dan kekeringan. Dunia usaha, terutama perusahaan minyak, juga berlomba-lomba menampilkan wajah yang beda. Istilah ‘clean and green,’ ‘carbon-credit,’ “carbon-neutral,’ ‘eco-friendly,’ ‘green investment’ menjadi jargon di mana-mana. Di Hollywood, film ‘An Inconvenient Truth’ yang dibuat Al Gore memenangkan Oscar. Setelahnya, di Oslo, Komite Nobel memberi-kan Nobel Perdamaian 2007 kepada Al Gore dan Inter-Governmental Panel on Climate Change (IPCC), yang dinilai berjasa memba-ngunkan kesadaran masyarakat dunia terhadap bahaya perubahan iklim. Seluruh pertemuan internasional tahun 2007 juga menjadikan ‘climate change’ sebagai agenda utama: G-8 di Heiligendamm, APEC di Sydney, ASEAN di Singapura, Uni Eropa di Lisabon, dan sidang PBB di New York.
           

0 komentar:

Posting Komentar

 
;